- November 2, 2020
- Posted by: Admin
- Category: NUTRISI
Hari Gizi Nasional 2018:
Hari Gizi Nasional (HGN) diperingati setiap 25 Januari. HGN 2018 masih mengangkat tema besar yang sama dengan tahun lalu, namun ada perbedaan sub tema dan slogan. Untuk HGN 2018, slogannya adalah “Bersama Keluarga Kita Jaga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)”.
Seperti kita tahu, masa 1000 HPK dihitung sejak masa konsepsi (pembuahan) hingga anak berusia 2 tahun. Nah, dalam kurun 1000 HPK ini, otak berkembang sangat pesat, bahkan mencapai 90% total organ otak. Fungsi kognitif ini begitu kompleks, meliputi kemampuan berpikir, mengingat, belajar menggunakan bahasa, memecahkan masalah dan sebagainya.
Nah, bila terjadi gangguan tumbuh kembang pada masa 1000 HPK, selain berdampak terhadap pertumbuhan, juga memengaruhi perkembangan kognitif, yang selanjutnya memengaruhi kecerdasan dan ketangkasan berpikir anak di kemudian hari.
PENTINGNYA GIZI BAGI OTAK
Pengaruh kecukupan zat gizi terhadap perkembangan otak sebenarnya terjadi sejak sebelum konsepsi hingga beberapa tahun kemudian. Maka agar fungsi kognitif optimal, perlu asupan gizi yang cukup sejak awal kehidupan. Karena itu, ibu hamil dan menyusui, serta sampai anak berusia dua tahun perlu asupan gizi yang adekuat. Kenapa? Karena diperlukan untuk mencapai perkembangan otak, yang akan menjadi dasar kemampuannya di masa mendatang, baik terkait fungsi kognitif, kemampuan adaptasi sosial, perkembangan sosio emosional, keberhasilan di sekolah, bahkan produktivitas kerjanya kelak.
Nah, zat gizi terdiri dari kelompok gizi makro/makronutrien (karbohidrat, protein, lemak serta air), dan kelompok gizi mikro/mikronutrien (berbagai vitamin dan mineral). Zat gizi makro merupakan zat gizi utama yang diperlukan dalam jumlah besar, yang terdapat dalam asupan makanan sehari-hari dan berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh yang digunakan untuk tumbuh kembang, pemeliharaan jaringan, fungsi organ tubuh, serta aktivitas.
Sedangkan, zat gizi mikro diperlukan dalam jumlah sedikit dan tak dapat dibentuk oleh tubuh, sehingga perlu diperoleh dari asupan berbagai jenis bahan makanan. Vitamin (vitamin larut air dan vitamin larut lemak) berperan terutama untuk mendukung proses metabolisme zat gizi makro, pertumbuhan, sistem imun, pemeliharaan tubuh serta reproduksi. Sedangkan mineral, berfungsi dalam berbagai metabolisme, sistem imun, pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, serta menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh.
Selain itu, terdapat zat gizi esensial (bagian dari zat gizi makro dan mikro) yang perlu terpenuhi dalam asupan makanan. Zat gizi esensial ini diperlukan tubuh tetapi tidak dapat diproduksi oleh tubuh sendiri atau jumlahnya di dalam tubuh sangat sedikit. Di antaranya, vitamin, mineral, asam lemak esensial (lemak) seperti asam lemak omega 3, dan asam amino esensial (protein), seperti lesitin, kolin, valin, leusin dan isoleusin.
Air juga merupakan zat gizi yang berperan penting membantu metabolisme tubuh. Tubuh kita sebagian besar terdiri dari air. Pada bayi, 80% total tubuhnya terdiri dari air. Janin mengandung 90% air dari total bobot tubuhnya. Fungsi air di dalam tubuh antara lain mempertahankan volume darah, melarutkan mineral, vitamin, asam amino (protein), glukosa (karbohidrat), dan berbagai molekul kecil lainnya, serta mempertahankan struktur dari molekul yang besar seperti protein dan glikogen (untuk melumasi bantalan di persedian tulang, tulang belakang, otak, dalam bola mata).
Nah, kekurangan cairan atau dehidrasi juga berpengaruh terhadap fungsi memori pada anak yang menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Otak merupakan organ penting di dalam tubuh yang mengandung air sebanyak 85% dimana air berperan menunjang energi elektrik untuk fungsi otak, termasuk proses berpikir dan memori.
EFEK GIZI KURANG
Anak dengan gizi kurang akan mengalami kekurangan energi, sehingga menurunkan aktivitas fisiknya untuk bermain dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar, yang turut berperan menghambat perkembangan mental dan fungsi kognitif.
Berbagai studi menunjukan adanya hubungan antara kurang gizi dengan gangguan fungsi neurologi jangka panjang. Pada anak gizi kurang dengan perawakan pendek dapat mengalami gangguan perkembangan kognitif, pencapaian kemampuan belajar, membaca, aritmetika, bahasa, memori, atensi, serta pemrosesan informasi yang diberikan saat sekolah. Umumnya kondisi gizi kurang terjadi akibat kekurangan zat gizi saat di dalam kandungan sampai usia anak dua tahun.
Kekurangan berbagai zat gizi pada masa pertumbuhan dapat memengaruhi tumbuh kembang otak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kekurangan zat gizi secara langsung mengganggu proses perkembangan otak. Sedangkan, kekurangan gizi secara tidak langsung memengaruhi pengalaman dan perilaku anak, yang dapat mengganggu perkembangan fungsi kognitifnya.
Adapun beberapa zat gizi mikro yang dikaitkan dengan gangguan perkembangan fungsi kognitif antara lain: zat besi, seng (zinc), yodium, selenium, magnesium, vitamin A, vitamin C dan vitamin B komplek.
Dengan adanya perbaikan asupan makanan untuk anak, diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan fisik, meningkatkan aktivitas, serta perilakunya. Sehingga kemudian dapat memengaruhi perkembangan fungsi kognitifnya. Maka perlu upaya peningkatan status gizi anak untuk optimalisasi tumbuh kembangnya, termasuk fungsi kognitif menjadi lebih baik agar dapat meningkatkan kualitas dan produktivitasnya kelak.
TUMPENG GIZI SEIMBANG
Gangguan perkembangan fungsi kognitif akibat kekurangan zat gizi harus dicegah. Karena itu, perlu adanya asupan gizi seimbang (sesuai tumpeng gizi seimbang), sehingga dapat terpenuhi kebutuhan anak akan zat gizi.
Nah, gizi seimbang seperti yang dicanangkan Kementerian Kesehatan, merupakan susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih (cuci tangan sebelum makan) dan upaya mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.
Asupan gizi seimbang yang berkualitas, akan menunjang status gizinya, kesehatannya, tumbuh kembang, termasuk perkembangan kognitif yang optimal. Alhasil, diharapkan dapat diperoleh anak- anak generasi penerus yang cerdas, sehat dan berkualitas.